Business
Process Reengineering adalah metode yang mulai digunakan sekitar tahun 1995
oleh para praktisi dan merupakan hal yang paling penting kedua dalam manajemen
teknologi informasi. Teknologi Informasi merupakan pendukung utama dalam metode
ini. Teknologi Informasi merupakan pengembangan dari teknologi computer yang
dipadukan dengan teknologi telekomunikasi.
Menggunakan Teknologi Informasi mempunyai metode dalam cara berpikir, yaitu secara induktif mengembangkan kemampuan untuk mengenali cara solusi yang tepat dan kemudian baru mencari jenis masalah apa yang dapat dipecahkan dengan solusi tersebut. Oleh karena itu Teknologi Informasi sering disebut sebagai disruptive technology karena kemampuannya dalam memecahkan masalah atau mengubah aturan lama yang menghalangi orang untuk melakukan pekerjaannya sehingga Teknologi Informasi sangat penting untuk di- reengineering.
Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang perlu diperhatikan dalam melakukan Reengineering adalah “Mengapa kita melakukan? Dan seperti apa yang kita lakukan?” serta “Mengapa kita melakukan dengan cara seperti yang kita lakukan?”. Reengineering dimulai tanpa adanya anggapan dan warisan lama, pada kenyataannya perusahaan yang melakukan reengineering harus melawan terhadap anggapan yang tertanam dalam sebagian besar proses-prosesnya. Reengineering pada awalnya menjelaskan apa yang harus perusahaan lakukan kemudian bagaimana melakukannya. Jawaban atas pertanyaan yang fundamental akan menimbulkan sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reengineering bukan merupakan business improvement atau business enhancement ataupun business modifivation, tetapi business reinvention.
Menggunakan Teknologi Informasi mempunyai metode dalam cara berpikir, yaitu secara induktif mengembangkan kemampuan untuk mengenali cara solusi yang tepat dan kemudian baru mencari jenis masalah apa yang dapat dipecahkan dengan solusi tersebut. Oleh karena itu Teknologi Informasi sering disebut sebagai disruptive technology karena kemampuannya dalam memecahkan masalah atau mengubah aturan lama yang menghalangi orang untuk melakukan pekerjaannya sehingga Teknologi Informasi sangat penting untuk di- reengineering.
Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang perlu diperhatikan dalam melakukan Reengineering adalah “Mengapa kita melakukan? Dan seperti apa yang kita lakukan?” serta “Mengapa kita melakukan dengan cara seperti yang kita lakukan?”. Reengineering dimulai tanpa adanya anggapan dan warisan lama, pada kenyataannya perusahaan yang melakukan reengineering harus melawan terhadap anggapan yang tertanam dalam sebagian besar proses-prosesnya. Reengineering pada awalnya menjelaskan apa yang harus perusahaan lakukan kemudian bagaimana melakukannya. Jawaban atas pertanyaan yang fundamental akan menimbulkan sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reengineering bukan merupakan business improvement atau business enhancement ataupun business modifivation, tetapi business reinvention.
Reengineering
tidak membicarakan perbaikan sedikit-sedikit yang bersifat marginal atau
incremental, tetapi perbaikan kinerja yang melompat jauh ke depan. Perusahaan
yang memerlukan Reengineering adalah :
1. Perusahaan yang berada dalam kesulitan besar
2. Perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan.
3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kinerjanya.
1. Perusahaan yang berada dalam kesulitan besar
2. Perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan.
3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kinerjanya.
Proses
adalah yang paling penting, di samping itu juga menimbulkan paling banyak
kesulitan. Pada kenyataannya banyak manajeman kurang process oriented tetapi
lebih berorientasi pada tugas, kewajiban, orang, struktur dan organisasi. Dalam
hal ini diperlukan perubahan dari task based thingking menjadi process based
thingking. Proses bisnis adalah serangkaian kegiatan yang mengambil satu atau lebih
masukan dan menciptakan keluaran yang bernilai kepada konsumen.
Konsep
Business Process Reengineering (BPR) pertama kali ditulis dalam publikasi
secara simultan oleh Hammer (1990) dan Davenport & Short (1990) dan Hammer
& Champy (1994), “Re-engineering is the fundamental rethinking and radical
redesign of business processes to achieve dramatic improvements in critical,
contemporary measures of performance, such as cost, quality, service and
speed”Hammer and Champy (1994, p32) yang menyatakan Business Process
Reengineering adalah suatu pendekatan yang sama sekali baru berkenaan dengan
ide dan model yang digunakan dalam memperbaiki bisnis. Davenport & Short
(1990) lebih melihat Business Process Reengineering sebagai perluasan dari
“industrial engineering”.
Sebenarnya
ada dua kelompok besar penelitian Business Process Reengineering. Kelompok
pertama di kelompokan pada kelompok yang melakukan pendekatan intuitive salah
satu yang masuk dalam kelompok ini adalah Champy dan Hammer. Sebagai contoh
Champy sebagai penulis dari buku “Reengineering the Corporation” menyatakan
sebagai berikut “Reengineering kontekstual adalah fungsi dari bagaimana
perilaku dari suatu organisasi yang merupakan bagian dari sistem dari
marketplace, juga karakter dari orang- orangnya. Adalah sangat tidak mungkin
untuk membuat pendekatatan yang terstruktur”. Kelompok kedua adalah kelompok
peneliti yang disebut sebagai pendekatan “metodists”, yang menyatakan bahwa
metodologi yang terstruktur adalah cara yang baik untuk membangun kepakaran pada
aspek-aspek yang berbeda pada Business Process Reengineering.
Davenport
dan Short (1990) sebagi pelopor pengembangan metodologi Business Process
Reengineering menentukan framework untuk Business Process Reengineering yang
terdiri dari lima tahap sebagai berikut :
1. Pengembangan visi bisnis dan tujuan proses
2. Indentifikasi proses yang perlu di redesign
3. Mengerti dan mengukur proses yang ada
4. Identifikasi kapabilitas IT
5. Design dan buat prototipe proses baru
1. Pengembangan visi bisnis dan tujuan proses
2. Indentifikasi proses yang perlu di redesign
3. Mengerti dan mengukur proses yang ada
4. Identifikasi kapabilitas IT
5. Design dan buat prototipe proses baru
Dalam
penelitian ini pendekatan high-level seperti strategy, vision setting, dan
innovation. Penelitian ini juga menghasilkan sebuah infrastruktur untuk
mensupport Business Process Reengineering khususnya pada pembentukan team
project yang mengintegrasikan pekerja untuk me-redesign proses. Juga
menggambarkan Business Process Reengineering sebagai analisis dan desain aliran
kerja dan proses di antara dan dalam organisasi.
Johansson
dan kawan-kawan (1993) telah menghasilkan tiga tahap Business Process
Reengineering life cycle sebagai berikut :
1. Discover : Menentukan visi dan strategi bisnis
2. Redesign : Meliputi semua aktivitas dan keahlian yang dibutuhkan
3. Realize : Teknik manajemen perubahan, pembentukan Business Process Reengineering
1. Discover : Menentukan visi dan strategi bisnis
2. Redesign : Meliputi semua aktivitas dan keahlian yang dibutuhkan
3. Realize : Teknik manajemen perubahan, pembentukan Business Process Reengineering
team,
komunikasi, pengukuran performance dan manajemen resistensi.
Discover adalah tahap untuk menentukan visi dan strategi suatu organisasi. Redesign adalah tahap yang melibatkan kemampuan management dalam mendesign proses. Realize adalah tahap dimana redesign proses di implemaentasikan. Komunikasi, membentuk team perubahan, manajemen resistensi dan performance measurement adalah akativitas utama dalam tahap ini.
CSC Consulting (1993), konsultan pertama yang memberikan jasa reengineering menawarkan empat tahap Business Process Reengineering sebagai berikut :
1. Visi
2. Prioritas dan komitmen
3. Redesign dan tes
4. Implementasi
Discover adalah tahap untuk menentukan visi dan strategi suatu organisasi. Redesign adalah tahap yang melibatkan kemampuan management dalam mendesign proses. Realize adalah tahap dimana redesign proses di implemaentasikan. Komunikasi, membentuk team perubahan, manajemen resistensi dan performance measurement adalah akativitas utama dalam tahap ini.
CSC Consulting (1993), konsultan pertama yang memberikan jasa reengineering menawarkan empat tahap Business Process Reengineering sebagai berikut :
1. Visi
2. Prioritas dan komitmen
3. Redesign dan tes
4. Implementasi
Menetapkan
visi dan tujuan-tujuan dalam melakukan redesign proses. The case for action
suatu aktivitas dimana mengapa suatu organisasi memerlukan BPR dibahas.
Priorities and commitment adalah untuk menentukan ranking dari reengineering
effort dan pernyataan siapa yang bertanggung jawab dan kapan dilakukan. CNC
Consulting, menggunakan lab simulasi untuk menguji redesign proses.
Implementasi melibatkan semua organizational transformation untuk mendukung
Business Process Reengineering.
Harrisson
and Pratt (1993) mengajukan metodologi terstruktur dari BPR yang terdiri dari
tujuh tahap, yaitu :
1. Setting effort untuk BPR
2. Baseline dan Benchmark : analisis exisiting process and evaluasi processes terhadap kebutuhan konsumen
3. Tentukan visi untuk kedepan
4. Problem Solving : identifikasi breakthrough didalam berbagai macam aspek perubahan
5. Perencanaan yang komprehensif untuk perbaikan proses
6. Implementation
7. Bergabung kepada continuous improvement dalam mengukur performance effort.
1. Setting effort untuk BPR
2. Baseline dan Benchmark : analisis exisiting process and evaluasi processes terhadap kebutuhan konsumen
3. Tentukan visi untuk kedepan
4. Problem Solving : identifikasi breakthrough didalam berbagai macam aspek perubahan
5. Perencanaan yang komprehensif untuk perbaikan proses
6. Implementation
7. Bergabung kepada continuous improvement dalam mengukur performance effort.
Dia
berpendapat harus menyertakan management tool yang lain seperti benchmarking
dan TQM. Penelitian ini juga menekankan peranan penting pada beberapa change
agent seperti executive steering committee yang merupakan kunci dari perubahan
proses menyeluruh, goals, suport change, dan menghilangkan penghalang. Change
agent yang lain adalah team process evaluation untuk croos-functional unit,
benchmark existing process dan develop vision dari future process. External
consultant juga diperlukan untuk design program, training dan memfasilitasi
team, menyediakan tool dan metodologi. Pengalaman dan pengetahuan mereka
diperlukan bagi organisasi yang belum punya pengalaman dalam melakukakn BPR.
Furey (1993)
mengajukan enam tahap untuk BPR, yaitu :
1. Tentukan kebutuhan konsumen dan setting goals
2. Ukur dan mapping existing process
3. Analisis existing process
4. Modifikasi process based on benchmark
5. Design process baru
6. Implementasi proses baru
1. Tentukan kebutuhan konsumen dan setting goals
2. Ukur dan mapping existing process
3. Analisis existing process
4. Modifikasi process based on benchmark
5. Design process baru
6. Implementasi proses baru
Pada
modelnya, management tools seperti TQM, benchmarking, customer satisfaction
measurement, cross-functional team building dan process mapping techniques
adalah instrument kunci untuk suksesnya BPR.
Guha dan
kawan-kawan (1993) mengajukan enam tahap metodologi BPR yaitu :
1. Envision dari proyek BPR project melalui komitmen management, identifikasi opportuniti untuk reengineering, kaitkan dengan strategi business, dan tentukan IT yang diperlukan untuk reengineering
2. Initiatiation : pengorganisasian team reengineering dan tentukan target performance
3. Diagnostic : dokumentasi existing process dan identifikasi performance gaps
4. Indentifikasi Redesign alternatif, prototyping, dan seleksi IT platforms
5. Reconstruct : BPR implementation dalam hal installing IT compenents dan re-organisasi komponen bisnis yang lain
6. Monitor : Identifikasi performance measurement dan hubungkan dengan program incremental improvements
1. Envision dari proyek BPR project melalui komitmen management, identifikasi opportuniti untuk reengineering, kaitkan dengan strategi business, dan tentukan IT yang diperlukan untuk reengineering
2. Initiatiation : pengorganisasian team reengineering dan tentukan target performance
3. Diagnostic : dokumentasi existing process dan identifikasi performance gaps
4. Indentifikasi Redesign alternatif, prototyping, dan seleksi IT platforms
5. Reconstruct : BPR implementation dalam hal installing IT compenents dan re-organisasi komponen bisnis yang lain
6. Monitor : Identifikasi performance measurement dan hubungkan dengan program incremental improvements
Dalam hal
ini Guha dan kawan-kawan, berpendapat installasi software dan hardware baru
seperti penggunaan analisis sistem dan tool pemodelan adalah menjadi komponen
utama BPR. Juga menyarankan kontinuitas dalam memonitor sebuah proses redesign
yang perlu perubahan radikal atau incremental.Klein (1994) menawarkan 5 tahap
BPR sebagai berikut :
1. Persiapan : anggota BPR project diaktifkan dan diorganisir
2. Identification : kembangkan customer-oriented model untuk proses business
3. Vision : seleksi proses untuk di reengineering, dan tentukan pilihan redesign
4. Solutions : definisikan kebutuhan technical and social untuk process baru kembangkan rencana implementasi detail
5. Transformation : implementasi reengineering.
1. Persiapan : anggota BPR project diaktifkan dan diorganisir
2. Identification : kembangkan customer-oriented model untuk proses business
3. Vision : seleksi proses untuk di reengineering, dan tentukan pilihan redesign
4. Solutions : definisikan kebutuhan technical and social untuk process baru kembangkan rencana implementasi detail
5. Transformation : implementasi reengineering.
Dalam
penelitiannya Klein, mengklasifikasikan BPR tool dalam 6 kelompok yang
digunakannya dalam melaksanakan proyek BPR, yaitu :
1. Tool management proyek seperti Harvard Project Manajer dan Microsoft Project
2. Tool koordinasi, seperti Microsoft Excel, E-mail dan WordPerfect Office
3. Tool pemodelan, seperti CASE tool, dan Popkin System Architect
4. Tool analisis proses bisnis, seperti tool-tool yang digunakan untuk pemodelan dan simulasi
5. Tool desaign dan Analisis human resources, seperti Performance Mentor, Supersynch dan CorelDraw
6. Tool pengembangan sistem; seperti SQL Windows, dan Gupta SQL Base.
1. Tool management proyek seperti Harvard Project Manajer dan Microsoft Project
2. Tool koordinasi, seperti Microsoft Excel, E-mail dan WordPerfect Office
3. Tool pemodelan, seperti CASE tool, dan Popkin System Architect
4. Tool analisis proses bisnis, seperti tool-tool yang digunakan untuk pemodelan dan simulasi
5. Tool desaign dan Analisis human resources, seperti Performance Mentor, Supersynch dan CorelDraw
6. Tool pengembangan sistem; seperti SQL Windows, dan Gupta SQL Base.
Petrozzo dan
Stepper (1994)
1. Discover: identifikasi problem, tentukan target, tentukan proses yang akan diredesign, dan bentuk BPR team
2. Hunt and gather: analisis proses, dokumentasi, benchmarking, dan tentukan tingkat IT
3. Innovate and build: pemikiran ulang proses baru
4. Reorganise, retrain, and retool: implementasi struktur proses baru, pelatihan teknologi baru
1. Discover: identifikasi problem, tentukan target, tentukan proses yang akan diredesign, dan bentuk BPR team
2. Hunt and gather: analisis proses, dokumentasi, benchmarking, dan tentukan tingkat IT
3. Innovate and build: pemikiran ulang proses baru
4. Reorganise, retrain, and retool: implementasi struktur proses baru, pelatihan teknologi baru
Petrozzo dan
Stepper, yakin bahwa BPR melibatkan desain ulang proses yang dilakukan secara
bersama-sama (concurent), terorganisasi, dan sistem informasi pendukung untuk
mencapai perbaikan radikal pada waktu, ongkos dan kualitas dan kepuasan
konsumen terhadap produk dan servis perusahaan.
Barrett
(1994) mengusulkan adanya eksperimen di laboratorium sebelum BPR
diimplementasikan.
1. Incubation : Seleksi anggota team, penentuan best practices, dan identifikasi aplikasi IT Targeted Brainstorming : identifikasi oppurtunity improvement, dan alternatif proses redesign
2. Eureka : Penentuan pilihan untuk diimplementasikan, motivasi team, dan pastikan komitmen
3. Learning laboratory : Eksperimen awal untuk menguji coba prototipe proses yang ditawarkan pada skala kecil.
1. Incubation : Seleksi anggota team, penentuan best practices, dan identifikasi aplikasi IT Targeted Brainstorming : identifikasi oppurtunity improvement, dan alternatif proses redesign
2. Eureka : Penentuan pilihan untuk diimplementasikan, motivasi team, dan pastikan komitmen
3. Learning laboratory : Eksperimen awal untuk menguji coba prototipe proses yang ditawarkan pada skala kecil.
Kettinger
(1997), mengembangkan konsep yang komprehensif stage- activity (S-A) 6 tahap
pelaksanaan BPR, di tiap tahap berisi beberapa aktivitas, tahapan dan
aktivitasnya adalah sebagai berikut :
Tahap 1. Envision
• Membangun management komitmen dan visi
• Temukan peluang reengineering
• Identifikasi tingkatan IT
• Memilih proses untuk diredesign.
Tahap 2. Initiate
• Informasikan ke stake holder
• Organisasikan team reengineering
• Menyusun perencanan proyek
Tahap 3. Diagnose
• Dokumentasi proses yang ada
• Analisis proses yang ada
Tahap 4. Redesign
• Definisikan dan analisa konsep proses baru
• Prototipe dan detail design proses baru
• Design struktur human resource
• Analisis dan design Sistem informasi
Tahap 5. Reconstruct
• Reorganisasi peranan human resource
• Implementasi komponen IS
• Latih pengguna
Tahap 6. Evaluate
• Evaluasi performansi proses
• Kaitkan dengan program perbaikan continue
Tahap 1. Envision
• Membangun management komitmen dan visi
• Temukan peluang reengineering
• Identifikasi tingkatan IT
• Memilih proses untuk diredesign.
Tahap 2. Initiate
• Informasikan ke stake holder
• Organisasikan team reengineering
• Menyusun perencanan proyek
Tahap 3. Diagnose
• Dokumentasi proses yang ada
• Analisis proses yang ada
Tahap 4. Redesign
• Definisikan dan analisa konsep proses baru
• Prototipe dan detail design proses baru
• Design struktur human resource
• Analisis dan design Sistem informasi
Tahap 5. Reconstruct
• Reorganisasi peranan human resource
• Implementasi komponen IS
• Latih pengguna
Tahap 6. Evaluate
• Evaluasi performansi proses
• Kaitkan dengan program perbaikan continue
Beberapa
komponen dari penelitian di atas adalah faktor yang kritis terhadap suksesnya
BPR. Pertama, pada tahap awal BPR harus diintegrasikan dengan visi perusahaan,
tujuan dan strategi. Proses bisnis baru harus didesain dan konsisten dengan
aspek-aspek perusahaan. Tidak semua proses didalam organisasi harus didesain
ulang. Beberapa proses mungkin memerlukan BPR sedang yang lainnya membutuhkan
pendekatan perbaikan incremental seperti TQM. Hal ini merupakan ide yang baik
untuk mengklasifikasikan proses dalam dua grup. Satu grup terdiri dari proses
yang membutuhkan perubahan inovatif, grup yang lain terdiri dari proses yang
membutuhkan perbaikan incremental (Davenport, 1993). Antara proses yang
membutuhkan perubahan inovatif, adalah proses yang menciptakan nilai tambah
terbesar untuk konsumen haruslah yang pertama kali didesain ulang.
Kedua,
komitmen manajemen puncak, sponsorship, dan pengetahuan dari BPR dibutuhkan
untuk suksesnya proyek BPR. Komitmen dan sponsorship mereka dibutuhkan selama
proyek BPR. Manajemen puncak diinformasikan selama proses BPR melalui
komunikasi dengan tim perubahan.
Ketiga,
kelayakan dari BPR harus melalui penelitian “financial capability,
technological ability, manajerial/operational ability” dari organisasi yang
harus dinilai. Organisasi harus mengevaluasi kapasitas mereka untuk mendukung
suksesnya BPR. Jika sebuah organisasi menemukan ketidakcukupan dana, keahlian
dan sumber daya manusia dalam BPR. Kelayakan Operasional harus juga dilihat
apakah desain terbaru dapat dimasukan secara smooth di tempat kerja.
Keempat,
perubahan organisasi mengakibatkan perubahan budaya organisasi, sistem nilai,
dan gaya manajemen harus disesuaikan dengan redesain proses. BPR yang sukses
membutuhkan restrukturisasi yang lengkap pada penggerak kunci dari perilaku
organisasi. Peranan dan tanggungjawab, pengukuran kinerja dan insentif, struktur
organisasi, IT, sistem nilai dan keahlian harus diubah sebagai hasil dari BPR.
Kelima,
sejak BPR membutuhkan perubahan radikal dan fundamental, implementasi harus
dimulai dari tahap awal dari BPR dan seluruh organisasi harus terlibat di dalam
perubahan proses. Terutama perencanaan perubahan proses dibutuhkan untuk
suksesnya BPR.
Terakhir,
BPR harus terintegrasi dengan process-based management tools yang lain seperti
TQM, benchmarking, process mapping dan team-based operation. Inovasi radikal
dan continues improvement dapat dicapai secara simultan dengan mengintegrasikan
process-based management di atas.
BPR
mempengaruhi jasa informasi (IS) dalam 2 cara yaitu :
1. IS dapat menerapkan BPR untuk merancang ulang sistem berbasis komputer yang tidak dapat dipertahankan melalui pemeliharaan sistem berbasis komputer yang tidak dapat dipertahankan melalui pemeliharaan sistem biasa dan dikenal dengan sistem warisan (legacy system)
2. Perusahaan menerapkan BPR untuk berbagai operasi utamanya , usaha tersebut menimbulkan dampak gelombang yang mengakibatkan rancang ulang sistem berbasis komputer.
1. IS dapat menerapkan BPR untuk merancang ulang sistem berbasis komputer yang tidak dapat dipertahankan melalui pemeliharaan sistem berbasis komputer yang tidak dapat dipertahankan melalui pemeliharaan sistem biasa dan dikenal dengan sistem warisan (legacy system)
2. Perusahaan menerapkan BPR untuk berbagai operasi utamanya , usaha tersebut menimbulkan dampak gelombang yang mengakibatkan rancang ulang sistem berbasis komputer.
IS
menciptakan 3 teknik untuk menerapkan BPR pada CBIS yang dikenal sebagai
tiga-R, yaitu:
1. Rekayasa mundur (reverse engineering) adalah proses menganalisi suatu sistem untuk mengidentifikasi elemen-elemen dan antar hubungan serta menciptakan dokumentasi dalam tingkat abstraksi yang lebih tinggi dari sekarang. Titik awal rekayasa mundur suatu sistem adalah kode progrm yang diubah menjadi dokumentasi program . Rekayasa ulang tidak mengubah fungsionalitas suatu sistem tugas yang dilaksanakannya dan bertujuan memahami suatu sitem sehingga dapat membuat peruabahan melalaui restrukturisasi atau rekayasa ulang.
2. Restrukturisasi (restructuring) adalah transformasi suatu sistem menjadi bentuk lain tanpa mengubah fungsionalitasnya. Restrukturisasi dapat dilakukan dalam arah mundur melalui tiap tahap dari siklus hidup sistem.
3. Rekayasa ulang (Reengineering) adalah rancang ulang lengkap suatu sistem dengan tujuan mengubah fungsionalitasnya.
Ketiga komponen tersebut dapat diterapkan secara terpisah atau kombinasi. Paduan kombinasi yang tepat tergantung pada :
• Kualitas teknisMerupakan suatu ukuran mengenai bagaimana sistem itu dilakukan.
• Kualitas fungsionalSuatu ukuran mengenai apa yang dilakukan sistem.
1. Rekayasa mundur (reverse engineering) adalah proses menganalisi suatu sistem untuk mengidentifikasi elemen-elemen dan antar hubungan serta menciptakan dokumentasi dalam tingkat abstraksi yang lebih tinggi dari sekarang. Titik awal rekayasa mundur suatu sistem adalah kode progrm yang diubah menjadi dokumentasi program . Rekayasa ulang tidak mengubah fungsionalitas suatu sistem tugas yang dilaksanakannya dan bertujuan memahami suatu sitem sehingga dapat membuat peruabahan melalaui restrukturisasi atau rekayasa ulang.
2. Restrukturisasi (restructuring) adalah transformasi suatu sistem menjadi bentuk lain tanpa mengubah fungsionalitasnya. Restrukturisasi dapat dilakukan dalam arah mundur melalui tiap tahap dari siklus hidup sistem.
3. Rekayasa ulang (Reengineering) adalah rancang ulang lengkap suatu sistem dengan tujuan mengubah fungsionalitasnya.
Ketiga komponen tersebut dapat diterapkan secara terpisah atau kombinasi. Paduan kombinasi yang tepat tergantung pada :
• Kualitas teknisMerupakan suatu ukuran mengenai bagaimana sistem itu dilakukan.
• Kualitas fungsionalSuatu ukuran mengenai apa yang dilakukan sistem.
BPR merupakan salah satu materi kuliah yang paling gue gak sukai. karena dosen yang menyampaikan materi kurang jelas dengan maksud yang disampaikannya
BalasHapusTerimakasih
BalasHapus